Rembang dalam Sejarah

Rembang Zaman Majapahit


Pada masa Kerajaan Majapahit, Rembang berada dibawah kekuasaan Lasem. Tome Pires memberitahukan pula bahwa Rembang memiliki galangan kapal, tempat pembuatan kapal-kapal dagang Demak. Akan tetapi aktivitas di daerah maupun Pelabuhan Rembang pada masa Majapahit, berdasarkan sumber-sunber sejarah baik sumber tradisional maupun sumber asing, tidak banyak yang dapat diceritakan.

Pada masa Kerajaan Mataram dibawah Panembahan Senopati, nama daerah Rembang tidak terdengar, baik ketika masa damai maupun masa penaklukan-penaklukan Senopati terhadap daerah-daerah Pesisir Utara Jawa. Sampai dengan wafatnya Senopati pada Tahun 1600. Apabila saat itu Rembang termasuk wilayah kekuasaan Lasem, maka pada masa Senopati, Rembang belum dikuasai oleh Mataram, karena Lasem baru dapat ditaklukkan Mataram dibawah Sultan Agung pada Tahun 1616.

Rembang Zaman Kolonial


Rembang, baik sebagai nama suatu kota, kabupaten, maupun karisidenan, sudah dikenal sejak masa lampau. Pada masa klasik, pengungkapan sejarah Rembang tidak bisa dilepaskan dengan nama Lasem, karena pada saat itu, wilayah Rembang pernah menjadi bagian dari wilayah Lasem.

Pada masa Kolonial Hindia Belanda, Rembang selain menjadi nama Karesidenan juga menjadi nama Kabupaten dan Lasem menjadi wilayah bagian dari Kabupaten Rembang.

Pada masa Klasik atau masa Kerajaan Majapahit, aktivitas Rembang tidak terlalu banyak yang bisa diceritakan karena terbatasnya sumber-sumber yang bisa menjelaskan. Namun pada masa Mataram dan prokolonial, wilayah ini mulai banyak diceritakan secara relative lengkap. Dari beberapa bukti sejarah yang ada, Rembang pada masa ini sangat dikenal sebagai kota pelabuhan dengan aktivitas baharinya. Namun sayangnya pada masa akhir kolonial kebesaran Rembang sebagai daerah bahari mulai menurun.

Rembang Zaman Tanam Paksa


Pada masa Kultur Stelsel atau Tanam Paksa (1830-1970), Karesidenan Rembang termasuk bagian dari wilayah Jawa Timur. Dengan demikian disamping sebagai ibukota kabupaten, Rembang juga merupakan ibukota karesidenan, bahkan juga merupakan ibukota kedistrikan yaitu Distrik Rembang.

Di Rembang menjadi tempat kedudukan Residen, Bupati dan kepala Distrik Rembang. Dengan demikian disamping sebagai kota perdagangan Rembang juga merupakan kota pusat pemerintahan sampai tingkat karesidenan. Oleh karena itu bisa diperkirakan bahwa Rembang pada waktu itu merupakan satu kota yang ramai di Jawa Tengah.

Sebagai Karesidenan, Rembang disebelah timur berbatasan dengan Karesidenan Surabaya, di sebelah barat dengan Karesidenan Jepara dan Kabupaten Grobogan, Di sebelah selatan dengan Karesidenan Madiun dan Kediri, sedangakan di sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa.

Mengenai pembagian wilayah pada waktu itu karesidenan Rembang terdiridari 4 kabupaten yaitu: Kabupaten Rembang, Blora, Tuban, Bojonegoro. Sedangkan untuk Kabupaten Rembang sendiri terdiri dari tujuh wilayah kedistrikan yaitu : Rembang, Waru, Binangun, Kragan, Sulang, Pamotan, dam Sedan. Luasnya meliputi 1.032 km2 yang merupakan sepertujuh dari bagian luas wilayah karesidenan Rembang. Kabupaten tersebut (Rembang), disebelah timur berbatasan dengan kabupaten Tuban, sebelah selatan kabupaten Blora, dan disebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa dan Karesidenan Jepara.

Pada Tahun 1905, yaitu tahun diberlakukannya Decentralisatie Besluit, karesidenan atau Gewest Rembang seperti halnya daerah-daerah lainnya yang setingkat memperoleh hak-hak otonom, yang berarti wilayah Rembang terdiri dari 4 kabupaten yaitu Rembang, Blora, Tuban dan Bojonegoro menjadi daerah otonom penuh. Untuk itu maka dibentuklah Dewan Daerah (Gewestelijke Raad) untuk wilayah Rembang.

Perubahan terjadi lagi dengan diberlakukannya Provincie Ordonantie (Undang-Undang Propinsi) pada tanggal 1 April 1925. Berdasarkan Provincie Ordonantie tersebut, maka khusus untuk Jawa Tengah berdasarkan Ordonantie 1929, secara resmi menjadi salah satu provinsi di Indonesia (Hindia Belanda pada waktu itu).

Sebagai wilayah propinsi, Jawa Tengah merupakan daerah otonom dengan hak-hak otonomi tertentu disamping juga memiliki Dewan Propinsi (Provinciale Raad). Berdasarkan Ordonansi itu pula Propinsi Jawa Tengah dibagi menjadi karesidenan yang salah satu diantaranya adalah Karesidenan Rembang-Jepara, yang terdiri dari Kabupaten Jepara, Rembang, Pati, Blora dan Kudus. Kabupaten Bojonegoro dan Tuban yang sebelumnya merupakan 2 kabupaten di Karesidenan Rembang sejak saat itu menjadi bagian dari wilayah Propinsi Jawa Timur.

Zaman Pendudukan Jepang


Pada masa Pendudukan Jepang, pihak penguasa melakukan perubahan dalam tata pemerintahan daerah dengan dikeluarkannya Undang-Undang No.27 tahun 1942. Berdasarkan Undang-Undang itu kecuali wilayah “Vorstenlanden” (wilayah bekas kerajaan Surakarta dan Yogyajarta) seluruh Jawa dibagi menjadi : Syuu (karesidenan), Si (Kotapraja), Ken (Kabupaten), Gun (Distrik), Son (Onder Distrik) dan Ko (Kelurahan).

Pada dasarnya pembagian itu hanya merupakan pergantian nama dari tata pemerintahan (pembagian wilayah) di Jawa yang sudah ada pada masa sebelumnya. Perubahan yang menonjol adalah dihapuskannya pemerintahan tingkat propinsi, dan perubahan nama Karesidenan Jepara-Rembang menjadi Syuu Pati.

Rembang Zaman Sekarang


Pada masa sekarang ini, Rembang merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Jawa Tengah, terletak di Pesisir Pantai Utara Jawa memiliki luas kurang lebih 968,02 km2. Pada tahun 1980-an wilayah ini berpenduduk kira-kira 442.594 jiwa.Disebelah selatan Kabupaten Rembang berbatasan dengan Kabupaten Blora, di sebelah barat dengan Pati, dandi sebelah tinur dengan Tuban (di propinsi Jawa Timur) dan Laut Jawa di sebelah utara.

Secara fisiografi, wilayah Kabupaten Rembang meliputi jajaran Pegunungan Kapur Utara yang mendominasi sepertiga wilayah kabupaten. Ada juga gunung yang tidak tinggi yakni Gunung Butak (dengan ketinggian = 679 m) dan Gunung Lasem (ketinggian = 806 m), selebihnya terdiri dari dataran rendah yang melajur ke utara sampai ke pesisir Laut Jawa.

Hasil pertanian meliputi padi, jagung, ubi kayu, ubi manis, kacang hijau, kacang tanah, kelapa, kapok, tembakau. Sementara itu hasil perikanan laut penduduk Rembang antara lain berupa ikan kembung,tengiri, kakap, tongkol,, udang, dan lain-lain. Untuk hasil perikanan darat terdiri dari banding, mujahir, udang tambak. Ibu kota Kabupaten Rembang terletak di pesisir Laut Jawa di hubungkan dengan kota-kota di sekitarnya.

Adapun daerah Lasem, yang sekarang menjadi salah satu kecamatan dari Kabupaten Rembang, terletak di koordinat 6o 42’ Lintang Selatan dan 111o 25’ Bujur Timur. Secara geografis daerah Lasem dapat dibagi menjadi tiga wilayah, yaitu 1) daerah pantai yang berpusat di Caruban dan Bonang Binangun; 2) daerah dataran rendah terdapat di sekitar kota Lasem yang dialiri Sungai Lasem; 3) daerah pegunungan Lasem dengan puncak-puncaknya Gunung Ngeblek, Gunung Ijo, Gunung Setro, dan sebagainya. Iklim daerah pantai ini terdiri dari musim kemarau yang jatuh mulai bulan Juni sampai Oktober, musim Pancaroba mulai bulan November hingga Desember dan bulan April sampai Mei, serta musim hujan yang jatuh pada bulan Januari sampai Maret. Curah hujan relatif sedikit sekali, rata-rata kurang dari 1500 mm/tahun. Jumlah rata-rata hujan 60 hari/tahun.

Sumber: Buku “Menggali Warisan Sejarah Kabupaten Rembang” yang diterbitkan oelh Kerjasama Kantor Departemen Pariwisata dengan Pusat Studi Sejarah dan Budaya Maritim Undip Semarang Tahun 2003.


Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer